Kamis, 16 Desember 2010

DISKUSI KELOMPOK 3 PSI

SADRANAN
Ritual Sadran: Mempererat Tali Kekeluargaan di Pesanggrahan
Sadran merupakan ritual yang rutin digelar kaum Kejawensetiap bulan sa'ban (ruwah). Upacara ini bertujuan untuk menyambut datangnya bulan puasa. Di desa Pesanggrahan, Kecamatan Kroya, upacara ini menjadi ritual tahunan yang ramai karena sebagian besar warga menganut aliran kepercayaan itu.
Upacara Sadran dilakukan mulai tanggal 17-24 Sa'ban. Upacara ini diawali dengan bersih kubur, dilanjutkan dengan acara kepungan (kenduren), lalu perlon di pesemuan (rumah adat warga Kejawen), serta dilanjutkan dengan nderek (mengunjungi makam leluhur).
Acara ritual resik kubur (bersih-bersih kuburan) biasanya yang dilakukan pada pagi hari dengan membawa berbagai macam perlengkapan, seperti sapu lidi, sabit, bunga, kemenyan, korek api, dan upet. Upet adalah alat untuk membakar kemenyan, biasanya terbuat dari mancung kelapa atau kulit bunga kelapa. Setelah membersihkan makam keluarga mereka memanjatkan doa agar arwah keluarga mereka tentram di alam keabadian (baqa). Doa dilakukan dengan adat sungkem dan diucapkan dalam bahasa Banyumasan. Setelah itu, anggota tertua memimpin doa dalam bahasa Arab.
Setelah resik kubur, acara dilanjutkan dengan acara munjungi, yaitu kegiatan saling mengirim makanan kepada para kerabat dan orang-orang yang dihormati. Munjungi biasanya dilakukan oleh anak-anak, karena setiap mengantar makanan biasanya akan diberi sangu (uang saku) oleh kerabat yang dipunjungi (orang yang dikirim makanan). Punjungan (makanan yang dikirim) biasanya terdiri dari ambeng (tumpeng kecil yang berbentuk tumpul), lauk-pauk, serundeng, dan yang tidak pernah ketinggalan adalah kerupuk merah. Pada acara munjungi setiap anak harus mengatakan siapa dirinya, siapa ayah-ibunya, letak rumahnya, dan beberapa informasi lainnya, seperti kelas berapa sekolahnya.
Acara munjungi menjadi acara perkenalan bagi anggota keluarga baru, yaitu anak-anak. Setiap yang dipunjungi akan memberikan sangu dan sedikit bercerita hubungan si anak dengannya. Cerita-cerita keluarga juga sering disampaikan pada si anak. Status turunan keluarga juga penting, misalnya sebutan yang diucapkan anak pada yang dipunjungi akan segera dikoreksi jika salah. Secara tidak langsung, ini menjelaskan bagaimana jaringan kekeluargaan terbangun di Desa Pesanggrahan.
Acara berikutnya adalah kepungan atau kenduri. Kepungan diadakan di setiap rumah yang dilakukan bergantian dari satu rumah langsung ke ke rumah yang lain. Belakangan ini, ada beberapa rumah yang melakukannya secara bersamaan. Upacara kepungan dipimpin oleh seorang kamitua dan kayim. Kamitua berperan sebagai pembaca doa dalam bahasa Banyumasan dan kayim berperan sebagai pembaca doa dalam bahasa Arab (Islam). Tata urutnya, Kamitua membakar kemenyan dan membacakan do'a bagi para leluhur dan anggota keluarga yang telah meninggal. Setelah do'a dalam bahasa Banyumasan selesai dilanjutkan doa bahasa Arab oleh Kayim sebagai penutup.
Nasi tumpeng merupakan makanan yang menjadi syarat wajib. Jumlah tumpeng disesuaikan dengan jumlah kepala keluarga (KK) yang menyelenggarakannya. Bila dalam satu rumah ada dua kepala keluarga maka jumlah tumpengnya juga dua. Jumlah tumpeng juga ditentukan oleh siapa yang terlibat dalam upacara. Bagi warga Pesanggrahan yang tinggal dan bekerja di luar kota atau di luar negeri selalu meminta sanak saudaranya untuk membuatkan tumpeng. Permintaan itu menjadi semacam kewajiban untuk memenuhinya. Karenanya, di suatu rumah kadang ada belasan tumpeng, terutama bila mereka memiliki kerabat yang banyak di luar kota. Dalam tumpeng biasanya diberi lauk mogana. Mogana adalah ayam goreng yang dicampur dengan serundeng.
Ritual Sadran selanjutnya perlon, semacam doa bersama yang diadakan di Pesemuan. Pasemuan adalah rumah adat yang dipergunakan untuk upacara-upacara kaum Kejawen di Pesanggrahan. Acara perlon dipimpin oleh tokoh adat, yang disebut kunci. Kunci memimpin upacara juga dalam bahasa Banyumasan. Dalam ritual perlon seluruh warga Desa Pesanggrahan berkumpul sembari membawa makanan dan lauk-pauknya. Makanan dan lauk-pauk itu lalu dikumpulkan untuk dibacakan doa oleh Kunci. Pada akhir acara, makanan itu akan diambil-kembali oleh pembawanya untuk dimakan oleh seluruh anggota keluarga dan harus habis.
Acara perlon tidak hanya dihadiri oleh warga Pesanggrahan, tapi juga warga dari luar seperti Kecamatan Adipala, Kroya, dan lain-lain. Meski tempat mereka ada yang berjarak 20-50 Km, banyak yang menempuhnya dengan berjalan kaki. Anehnya, banyak yang mengaku jarak tersebut seperti ditempuh dalam 5-10 menit padahal sungguhnya memakan waktu dari 2-4 jam. Sayang peristiwa itu mereka rasakan hanya pada waktu perlon, di waktu lain mereka tidak dapat mengulanginya.
Selain itu, balai pasemon juga memasak becek (gulai kambing). Kambing yang dimasak diperoleh dari urunan warga. Ada juga warga yang menyumbang kambing sendiri karena cita-cita mereka terkabul. Becek kambing itu selanjutnya dibagi-bagikan kepada warga.
Upacara Sadran diakhiri dengan ritual nderek, yaitu mengunjungi makam leluhur yang berada di Kedung Rringin Jatilawang-Banyumas. Kedung Wringin dipercaya menjadi makam leluhur Desa Pesanggrahan yang membawa paham Kejawen di daerah ini.
Di saat yang bersamaan kelompok Kejawen dari daerah lainnya juga bersama-sama menuju ke sana. Khusus, warga Desa Pesanggrahan diperbolehkan menaiki kendaraan (biasanya: menyewa bus), sementara warga Kejawen dari daerah lain, seperti dari Adiraja diharuskan berjalan kaki pulang-pergi. Konon hal ini dikarenakan warga Pesanggrah
Konon hal ini dikarenakan warga Pesanggrahan memiliki tingkat status keturunan yang dekat dengan keluarga batih di Kedung Wringin.
Upacara ini sangat meriah karena selama Upacara Sadran, warga Pesanggrahan diwajibkan menggunakan pakaian adat, seperti blangkon, baju beskap, dan memakai keris. Acara itu juga dikunjungi oleh warga dari luar daerah yang ingin menyaksikan upacara Sadran. Mereka yang ingin melihat dari dalam, juga wajib memakai pakaian adat Banyumasan. Upacara Sadran menjadi festival adat yang mempererat tali kekeluargaan di Pesanggrahan, apapun agama dan status sosial mereka.

3 komentar:

  1. Ghulamul Mustofa (10470010)
    fenomena-fenomena dan fakta sejarah yang menjadi beban pada saat ini begitu kompleks dan sangat panas untuk di perdebatkan.acara "sadranan" merupakan satu di antara sekian banyak kepercayaan yang di anut serta di lestarikan oleh masyarakat,iya... memang acara-acara seperti ini juga termasuk warisan dari nenek moyang kita yang di lestarikan oleh generasi-generasi berikutnya.mungkin dari diri kita juga ada semacam kepercayaan yang bisa berbeda dengan kepercayaan lain.hendaknya kita janganlah terlalu percaya terhadap hal-hal seperti itu karena akibat dari acara-acara tersebut nantinya bisa di khawatirkan akan merusak tatanan moral bagi anak cucu kita.

    BalasHapus
  2. fajar datik wahyuni(10471003)
    sadranan adalah ritual yang dalakukan setiap akan menjelang bulan puasa, sadranan dilakuakan dengan kegiatan menyediakan makanan-makanan lalu dikumpulkan disuatu tempat (balai desa) untuk di doakan oleh seorang kyai di desa tersebut yang bertujuan meminta keselamatan, setelah itu lalu makanan tersebut dimakan bersama-sama disitu,

    BalasHapus
  3. dhia ulmilla (10470037)
    sadranan ataupun ritual-ritual lain yang ada di masyarakat,boleh-boleh aja selagi niatnya hanya sebatas melestarikan kebudayaan dan tidak untuk syirik kepada Allah swt.

    BalasHapus